Jujur aja, aku engga nyangka kalo cerpen ini pernah menjadi cerpen terbaik, ya walaupun cuma lingkup ekskul sih. di MP Award. jadi, siapapun yang pernah bikin cerpen dan dipublikasikan di tabloid sekolah akan dilombakan gitu. dari sekian cerpen yang sudah terpublikasi, ngga nyangka kak Ayu DC memilih cerpen ini sebagai cerpen terbaik. hahahaha. kenapa aku share, karena aku baru nemuin ini di remah-remah folderku yang iseng aku cek. jadi, selamat membaca. walaupun belum jadi EyD yang penting maknanya ya. maaf ceritanya agak fiksi, emang fiksi sih........
Pintu perpustakaan tertutup rapat-rapat,
jendelanya pun tertutup oleh rak rak buku yang tinggi. “Pintu perpustakaan itu
selalu tertutup karena ruangan itu ber-AC” kata Rani kepada Gladys. Saat itu
Rani bagaikan seorang guide yang mengajak Gladys berkeliling di sekolahnya.
Gladys adalah teman SD Rani yang baru saja berpindah ke SMA yang sama dengan
Rani. “Itu disebelah utara adalah kawasan milik kakak kelas XII, kita sebagai
kelas XI sih masih segan buat lewat-lewat sekitar sana.” Tunjuk Rani dari
seberang lapangan upacara menuju arah utara, sedangkan Gladys hanya mengangguk
heran karena di sekolah lamanya tidak mengenal kata senioritas dan junioritas.
Gladys tertarik dengan perpustakaan
sekolah barunya hingga setiap ada waktu ia selalu menyempatkan diri untuk pergi
ke perpustakaan itu.
“halo nak, saya tumben melihat kamu di
sini.” Sapa seorang yang masih tergolong muda, berbadan tinggi semampai,
berambut lurus hitam pekat yang diurai. buk Ratna, guru honorer di sekolahnya.
“saya baru kemarin pindah ke sini, Bu.
Nama saya Gladys, pindahan dari kota Qn.”
“wah, jauh sekali. Saya bu Ratna, guru
matematika honorer di sini. Kamu kelas apa? ”
“kelas XI IPA4, ibu mengajar di sana?”
“iya, nanti saat pelajaran ketiga ibu
mengajar di kelasmu. Sampai ketemu ya, Gladys.” Senyum Bu Ratna kepada Gladys
sangat manis, bahkan Gladys pun melihatnya dengan tatapan terpana. “guru yang
ramah”
Entah mengapa Bu Ratna menaruh simpati
kepada Gladys, siswi berambut pendek sebahu yang sederhana itu. Bahkan saat
pelajarannya dimulai, bu Ratna berusaha mendekati dan mencari simpati kepada
Gladys dengan memberikan soal-soal matematika untuk dikerjakan ke depan kelas.
Sebulan sudah Gladys bersekolah di
sekolah barunya, kedekatan Gladys dan Bu Ratna menjadi perhatian teman-teman
sekolahnya termasuk Rani. Karena Bu Ratna memang bukanlah sosok guru yang
terkenal ramah, dan sangat jarang menampakkan dirinya di sekolah. Paling-paling
jika ada jadwal mengajar saja. Tetapi, semenjak kedatangan Gladys, Bu Ratna
selalu ada di sekolah setiap hari, walaupun tidak ada jadwal mengajar. Rani
menaruh rasa curiga terhadap tingkah Bu Ratna belakangan ini, selain itu rasa
cemburu sosial pun muncul. Gladys adalah teman baik Rani, dan semenjak
kedekatannya dengan Bu Ratna, Rani merasa kurang diperhatikan oleh Gladys.
Kemanapun Bu Ratna pergi, Gladys selalu menemani. Di kantin, di kamar mandi, di
taman, dan yang paling sering adalah di perpustakaan.
“kamu dengan Bu Ratna seperti anak dan
ibu, bahkan di sini jarang ada ibu guru yang seakarab itu kepada anaknya jika
memiliki anak yang bersekolah di sini.” Tanya Rani yang duduk sebangku dengan
Gladys.
“Ya begitulah.. hehe” jawab Gladys
santai.
“Kamu ada hubungan saudara ya?”
“Mungkin.” Dan Gladys pergi ke
perpustakaan sendiri. Rani menyusul ke perpustakaan, namun tanpa sepengetahuan
Gladys. Gladys duduk di bagian dalam, tempat dimana murid-murid yang kerap
berpacaran berkumpul. Gelagat-gelagatnya mencuri perhatian Rani. Gladys duduk
bersebalahan dengan Bu Ratna, mereka hanya berbekal buku, namun tidak dibaca.
Hanya tersenyum-tersenyum kecil sambil berbincang, dan sesekali Bu Ratna
merapikan rambut Gladys, boleh gabung?” tanya Niko, salah seorang murid yang
memang hobi membaca buku di perpustakaan.
“Ibu keluar sebentar ya.”
“Kamu adiknya Bu Ratna ya?”
“Bukan kok. Aku ke kelas dulu ya Niko.
Daa..”
Gladys pergi dengan wajah agak kesal dan
mengembalikan buku ke rak buku dimana tempat Gladys mengambil buku tadi.
**
“Gladys, besok ibu tunggu kamu di
perpustakaan. Kebetulan Bu Sri sedang besok tidak mengajar biologi.”
“Iya ibu.” Isi pesan singkat yang
dimulai oleh Bu Ratna untuk Gladys.
**
“Rani, aku ke perpustakaan dulu ya.”
“nyari Bu Ratna ya?”
“hm..” Gladys tampak memasang wajah
penasaran dengan pertanyaan Rani. Gladys yang belakangan ini sering menjauh
dari Rani dan bersikap dingin membuat Rani semakin curiga dengan Gladys.
Di perpustakaan, tampak mereka
berbincang-bincang tidak seperti guru dan murid. Keakraban mereka melebihi
batas itu. Seperti ibu dan anak, tetapi tidak mungkin, mereka sama-sama masih
muda. “apa mungkin mereka bersaudara?” pikir Rani yang selalu memantau
sehabatnya karena belakangan ini Rani merasa kedekatan mereka renggang karena
guru matematika itu, banyak perubahan yang terjadi di sini. Di sekolah ini
semenjak Gladys datang. Utamanya dengan Bu Ratna dan Gladys yang sepertinya
menyimpan rahasia tersendiri.
Satu semester berlalu, dan sekarang
mereka sudah berpindah ke daerah utara, atau bisa dibilang kelas 3 SMA. Dan
saat ini Bu Ratna sudah tidak mengajar kelas Gladys lagi. Perubahan semakin
terasa, mulai dari Gladys yang sering pulang dan berangkat ke sekolah dengan Bu
Ratna, dan masih seperti hari-hari sebelumnya, berdua di perpustakaan, bahkan
belakangan ini Gladys sering terlambat pulang karena urusannya dengan Bu Ratna
di sekolah. Bukan hanya menyita perhatian Rani, tapi juga perhatian anak-anak
lain. Kecemburuan, dan kecurigaan karena ini semua bagaikan rahasia umum.
“Kedekatan ini bukan kedekatan
biasa” pikir Rani yang selalu memperhatikan gelagat sahabatnya. Hingga suatu
hari Benny, pemain basket dari SMA nya menaruh perhatian kepada Gladys. Tetapi
keanehan terjadi lagi. Benny selalu saja dimarah oleh Bu Ratna seakan-akan
seorang ibu yang tidak rela anak gadisnya di dekati lelaki. Padahal Benny
adalah lelaki yang tampan dan polos.
**
Sekolah sepi karena semua murid
sudah kembali ke rumahnya masing-masing, tetapi Gladys tidak. Dia tetap bersama
Bu Ratna di perpustakaan tersebut. Rani yang selalu penasaran dengan tingkah
sahabatnya tidak henti-hentinya memantau gerak-gerik Gladys dr luar
perpustakaan, walaupun agak susah untuk melihat ke dalam. Mereka berdua keluar
dan berjalan menuju kelas XII bahasa yang terletak di lantai 3 dan kelas paling
pojok. Bu Ratna merangkul pundak Gladys seperti layaknya 2 pasang sahabat yang
berumur sebaya.
“Gladys, kamu duduk disini, aku
keluar sebentar melihat keadaan.” Kata Bu Ratna sambil tersenyum. Manis. Saat
itu Rani belum naik ke atas, di amasih bersembunyi di kelas bawah. “jder!”
suara pintu kelas yg di tutup bu Ratna.
Rani segera naik ke atas dengan
perlahan, dan berdiam di sebelah selatan kelas yang pintunya berasa di sebelah
utara. Rani mengintip gerak-gerik mereka lewat jendela belakang kelas. Dan...
“Hay!
Apa yang kulihat? Apa? Ini semua seperti mimpi! Ini semua diluar pikiranku! Ya
Tuhan, apa yang harus kuperbuat sekarang? Dia sahabatku Tuhan. Ini mimpi! Aku
yakin ini pasti mimpi. Apa yang aku lihat bukan kenyataan. Tuhan, sadarkan aku.
Bangunkan aku. Mereka sama-sama wanita, tapi? Argh!!!” pikir Rani. Keringat
Rani bercucuran. Udara saat itu terasa dingin. Kaku. Tidak bisa bergerak
melihat apa yang sedang terjadi antara Bu Ratna dan Gladys. Mereka Berciuman!
Sangat mesra. Bahkan Rani belum pernah melihat Gladys seperti ini dengan
lelaki.
Rani tidak kuat melihat semua ini.
Ia berlari menuruni tangga dan suara sepatunya terdengar keras hingga
membuyarkan kedua pasang lesbian itu. Dengan cepat Bu Ratna melepaskan
ciumannya dan berlari ke luar balkon untuk melihat siapa orang yang berlari dan
telah menyaksikan perbuatan mereka. Tetapi terlambat, Rani sudah menghilang dan
mereka tidak mengetahui siapa yang telah melihat mereka.
“Ratna, siapa yang melihat?”
“Maaf Gladys, aku tidak tau siapa
yang telah melihat kejadian kita tadi” Gladys menangis dan duduk sambil menutup
wajahnya menggunakan tangannya.
“Lalu apa yang harus aku perbuat?” tanya
Gladys gelisah.
“Bu Ratna berusaha memeluk Gladys,
tetapi Gladys melepas dan berlari turun ke bawah”
**
Hingga saat ini Rani masih menyimpan
rahasia itu sendiri. Walaupun ia dilema dengan apa yang harus ia lakukan,
tetapi Gladys adalah sahabat Rani. Semenjak kejadian itu, Gladys tidak pernah
terlihat dekat lagi dengan Bu Ratna. Begitupun Bu Ratna yang kembali jarang
terlihat di sekolah. Gladys memang tampak tidak sesumbringah biasanya, tetapi
Rani senang karena inilah Gladys yang dulu pernah dikenal Rani.
“Gladys, aku sahabatmu, jika ada
masalah, aku siap membantu”
“Terimakasih Rani, sahabatku” dan lagi,
Gladys kembali memancarkan senyuman kepada Rani. Sikap dinginnya hilang, Gladys
kembali suka berbagi cerita dengan Rani seperti biasanya. Tetapi tetap Gladys
belum menceritakan tentang hubungannya dengan Bu Ratna dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bagaimana?