Sore, sekitar pukul 02.35 aku dan adikku, Lia berangkat
menuju sebuah kota kecil di Kabupaten Gianyar, Ubud. Ini memang rencanaku sejak
lama. Sejak lama aku ingin agar bisa menikmati ubud tanpa ada perintah atau
kebingungan. Biasanya aku pergi ke Ubud dengan teman-temanku, tapi mereka
berbeda, tidak seperti aku. Mereka selalu kebingungan setiap aku ajakan mereka
ke Ubud, mereka bukanlah orang-orang yang bisa menikmati keadaan di sekitar
mereka. Tetapi aku sudah merasakan pesona dan eksotika Kota yang padat dan
kental akan seni dan kekroditannya akan turis domestik maupun mancanegara.
Tempat-tempat unik pun tak kurang kulihat di Ubud. Dari dulu aku ingin
berkeliling Ubud dan mengabadikan momen ataupun even-even yang sebenarnya sudah
tidak awam untuk aku lihat. Bahkan aku
pernah menghabiskan soreku dengan bersepeda di sini. Dan Minggu, 2 Februari 2012 aku menjalankan misiku menikmati Kota
Ubud dan mencari anak-anak pelawang barong.
Sebenarnya
liburan ini sudah beberapa kali aku ke Ubud, tapi aku belum puas, bahkan di
hari-hari biasa aku sempatkan diriku
untuk ke Ubud, tapi tetap saja aku belum puas dan walaupun aku tau Ubud
memiliki limpahan pesona dan keasyikannya. Aku berangkat dengan Vario Pink dan
uang Rp50.000,00 untuk mentraktir adikku ini di salah satu rumah makan dengan
interior serba hijau dan di dalamnya ada beberapa pernak-pernik lucu, cocok
untuk para remaja yang senang dengan Kafe beraksen lucu sebagai tempat
bersantai atau sekedar berkumpul. Saat aku sampai, aku melihat 3 orang
perempuan cantik yang kiranya berumur sekitar 20 tahun. Mereka sudah memesan
minumnya yang aku lihat seperti Es Teh tetapi aroma lemonnya menusuk didinding
hidungku. Jadi aku berkesimpulan itu adalah Lemon Tea.
Aku
mulai memesan makananku, dan adikku juga. Jujur saja, rumah makan itu memiliki
harga yang cukup susah dijangkau. Tapi, aku ingin sesekali merasakan makanan
“mahal” itu. Aku hanya memesan makanan yang berharga 15ribu, sedangkan talia
sangat ingin mencicipi makanan berharga 33ribu itu. Sedangkan semua minuman di sana
juga mahal. Tetapi ternyata Lia juga sudah membawa uang 50ribu dari papa untuk
bekal kita -_- dan akhirnya kami memesan makanan yang cukup mahal. Sebelum
pelayan pergi, dia sempat menanyakan “Saudara ya? Mirip banget, idungnya,
matanya, pipinya, mulutnya” pembicaraannya berhenti seakan-akan tertahan
senyum, aku menjawab “iya, kakak adik.” Dia pun pergi sambil dengan sopannya
mengatakan “tunggu yah pesanannya.” dan aku curiga pasti di dalam pikirannya
juga ada kata-kata seperti ini “jantuknya apa lagi sama sama nongnong”.
Saat menunggu pesanan datang, aku melihat sosok yang tidak
asing lagi dimataku. Dia tanteku yang sudah suka berbisnis sejak muda dan
tanteku duduk satu meja dengan 3 orang perempuan tadi. Dengan lantang aku
menyapa, “Tanteeeee” dan mulailah pembicaraan kami. Hanya saja kami tetap pisah
meja. Setelah makanan datang, aku menyantap dengan wajah yang aku rasa
“inosen”. Tapi jujur saja, makanan di sana relatif standar dan tidak seenak
makanan yang sering ku beli di pinggir jalan dan di bungkus daun pisang atau
bisa disingkat Nasi jinggo. Hah, aku menyesal makan di sana. Saat kita berdiri
dan ingin melanjutkan perjalanan dan misiku untuk bertemu anak-anak pelawang
barong. Tapi tanteku tiba-tiba agak berteriak “Dik Tara, biar tante aja yang
bayar” tapi aku ‘sedikit’ menolak, karena aku merasa tidak enak, makanan yang
aku dan talia pesan adalah makanan yang cukup sangata lumayan mahal. Tapi
dengan paksaan akhirnya hatiku luluh untuk mengijinkan sang tante cantik
membayarkan makanan kami. Saat ini kamu sedikit merasakan getaran-getaran iklan
salah satu provider HP yang mengutip tentang liburan gratis ke Bali.
Setelah
menancapkan Varioku sekitar 20 meter, aku mendengar suara dentuman gong khas
ala anak-anak dan aku seketika menyebutkan “Barong” walaupun belum bayangnya
belum tertangkap bola mata. Ternyata memang benar, dibalik mobil jeep hitam ada
sekumpulan anak yang sedang pentas di depan rumah seorang wanita yang mengajak
anak bayinya keluar. Dan di sana aku turun lalu memfoto-foto mereka karena memang
mereka sangat lucu. Dan kami melanjutkan perjalanan.
Aku dan
Lia sampai di hutan monyet atau monkey forest. Seperti biasa, setiap aku ke
sana aku pasti masuk lewat jalur gelap atau bisa dibilang tidak bayar atau
singkatnya lagi Gratis. Iya, setiap aku ke sana memang selalu gratis. Setiap
aku ke sana aku tidak pernah puas bereksplorasi dan menangkap setiap jepretan
bagi para saudara-saudara kita itu. Tetapi, sekarang tidak. Aku mendapatkan
cukup banyak potret mereka. Dan ternyata
wajah monyet itu berbeda-beda. Hehe.
Lalu
kami kembali melanjutkan perjalanan dan saat di Ubud square kami melihat
sekumpulan anak-anak pelawang barong, dan mereka sedang diganggu oleh beberapa
penjaga money changer yang meminta pelawang untuk menari tetapi tidak mau
membayar. Menyedihkan. Spontan anak-anak itu pergi dan aku tetap mengikuti
mereka dari belakang sambil sesekali berhenti karena jalan di sana sepi akan
kendaraan tetapi sangat krodit dengan pejalan kaki. Hingga akhirnya mereka
beristirahat dan kami bercengkrama sebentar. Saat aku akan beranjak pulang aku
merasakan suatu kepuasan. Aku mulai menemukan keindahan dan keasikan Ubud
walaupun hanya 3 jam. Sebelum itu, kami sempat simpang ke salah satu mini
market yang sangat menjamur di Bali untuk membeli minuman, dan belum jauh dari
minimarket itu aku menemukan keunikan lagi, yaitu mobil yang di corat-coret
dengan cat. Lucu sekali.
Sebenarnya aku masih ingin mengajak Lia ke campuhan dan ke
sawah yang di tengahnya terdapat bacaan not for sale. Aku juga ingin mengajak
Lia ke jembatan campuhan. Tetapi aku ingat janjiku kepada mama bahwa aku harus
pulang tepat pukul setengah 6 karena mama mengajakku untuk berlari sore. Saat
di jalan pulang aku sengaja melewati desa Mas, ubud karena jalannya tidak
berbelak-belok, tetapi sangat apes, kami bergabung dengan Geng Motor yang
anggotanya memakai Baju hitam dengan tulisan punggung “Danger! Ride No Limit”.
Saat aku ingin menyalip, mereka selalu menghalangi jalan, saat aku sengaja
melambatkan motor, mereka tidak kalah lambat. Jadi aku terpaksa menerobos
mereka dan ternyata hingga akhirnya aku sampai rumah mereka menempuh rute yang
sama dengan kami.
Ubud, sangat indah dan eksotis. Walaupun sering aku
menghirupkan nafasku di sana, tapi kali ini aku benar-benar merasa sedikit puas
dengan perjalananku di Ubud.
I'll be patient to wait you here with me.. :)
BalasHapusI will keep you forever..
And I will never let you go...