Yang Punya

Foto saya
Denpasar, Bali, Indonesia
terbang naik elang, diserempet naga. selamat datang, selamat membaca :)

Jumat, 01 April 2011

Cerita

Jika diingat-ingat, ini semua sangat lucu. Saat aku termenung dikesendirian, terkadang aku mengingat suatu sosok. Sosok lelaki yang bisa mengisi hari-hariku hingga saat ini, detik ini. Bahkan senyumanpun ikut mengiringi waktu-waktu aku mengenang awal kali kita dipertemukan dan hari-hari indah dengannya.

Awal aku mengetahuinya, bukan tanpa sebab. Tetapi, karena aku bersekolah di SMA yang sekarang aku duduki. Teman-temankulah yang membuatku kerap memperhatikan sosoknya. Sebenarnya bukan sosok yang kukagumi sejak awal aku melihatnya, malah yang kulihat dia adalah sosok yang dingin, tidak ramah, sombong, angkuh, dan tidak ramah. Itu bukanlah yang aku suka dari sifat seseorang. Apa lagi laki-laki seperti dia. Yang membuatku merasakan cinta monyet pertamaku. Entah apa yang mereka perbincangkan di depanku, selalu saja ada yang menyebutkan namanya. Utamanya bagi para teman-teman perempuanku. Mungkin dia memang sosok yang dibanggakan, tapi sayangnya saat itu aku merasa biasa saja, bahkan aku tidak bisa mengingat wajahnya, aku hanya tau namanya karena rutin aku dengar dengan pujian-pujian untuknya.

Suatu hari, di sekolahku diadakan orasi pemilihan ketua OSIS, entah mengapa, teman-teman dengan nyaring meneriakan namanya, sedangkan aku? Aku tetap tidak pernah tau mana orang yang bernama seperti yang mereka sebutkan itu. Aku memilih kakak kelasku yang bernama Wisnu, dan aku mengabaikan dua calon ketua OSIS lainnya. Aku mengabaikan salah satu calon yang menjadi idaman para wanita disekitarku itu. Jujur saja, aku tidak tau nama dari dua calon ketua OSIS itu, yang ku tau hanya Kak Wisnu Nayaka. Jadi, aku pilih saja dia.

Keesokan harinya, kembali terdengar suara-suara nyaring yang menyebutkan nama lengkapnya. Ternyata salah satu temanku telah menemukan akun Facebook dari kakak kelas yang mereka idam-idamkan itu. Satu persatu teman-temanku menambahkan dia sebagai teman, tetapi setelah lama, permintaan teman mereka tetap diabaikan oleh kakak kelas idaman teman-temanku itu. Setelah sekian lama, aku pun ikut menambahkan dia sebagai temanku di facebook, tapi anehnya dia langsung menerima permintaan pertemananku tanpa aku harus menunggu lama. Lalu teman-temanku? Tetap diabaikan.

Sekolahku memiliki suatu organisasi yang sangat dipandang di mata guru. Divisi Trisma. Dan akupun mengikuti organisasi itu atas dasar aku memang hobi berorganisasi. Saat itu, pelantikan diadakan pagi hari. Aku melihat sosoknya dari kejauhan duduk dengan gayanya yang kuanggap sombong di tangga menuju ke lantai atas dan dikerumuni teman-teman perempuanku yang berjoget-joget dan bernyanyi lagu dangdut agar mendapatkan tanda tangan dari wakil 1 OSIS itu. Ya, kakak kelas idaman teman-temanku. Dalam hati aku berkata, “hahaha, mereka pasti menggunakan kesempatan ini agar bisa berada di dekat kakak itu.”. aku terdiam sesaat sambil melihat tingkah aneh mereka tetapi mata kakak itu menuju mataku, dan aku beranjak pergi untuk mencari sasaran OSIS lain, bukan kakak itu tepatnya. Aku benci tingkah sombongnya.

Dan ada lagi tugas dari pengurus ekstrakulikuler jurnalistik di sekolahku, yaitu wawancara OSIS angkatan 33. Anehnya lagi, aku mendapatkan bagian untuk mewawancarai kakak kelas idaman teman-temanku itu. Hari pertama, aku melihat dari kelas atas dia berjalan menuju arah kelasnya, ato berlari dengan cepat menuruni tangga dan dengan sopan aku bertanya “Permisi kak, saya mendapatkan tugas dari kakak pengurus ekstra untuk mewawancarai kakak, apa kakak...” belum selesai berbicara, dia sudah memotong pembicaraanku dengan angkuhnya “cari OSIS yang lain saja!” dan dia pergi. Sungguh sosok yang dingin, yang sangat susah memberikan senyuman. Dan aku menangis karena aku adalah orang yang paling tidak bisa jika ada yang tidak merespon pembicaraanku.

Deadline tinggal beberapa hari lagi, tetapi ia tetap saja menolak untuk aku wawancarai. Anehnya ia selalu menampakkan dirinya di depanku, seakan-akan berharap agar aku memohon lagi dengannya dan dia akan menolak untuk aku wawancarai. Tidak hanya di sekolah, di situs jejaring sosial Facebook pun ia kerap mengirimkan aku Chat atau obrolan yang menyangkut pautkan tentang Divisi Trisma, hingga akhirnya aku berhasil dan dia bersedia untuk di wawancarai, tetapi dia memberikan syarat untukku, yaitu aku harus menunggunya hingga ia selesai mendapatkan suatu akselerasi mata pelajaran. Dengan sangat terpaksa aku merelakan seleksi Debat Bahasa Inggris untuk lomba yang sudah aku lewati satu putaran. Aku menunggunya di depan Lab.Kimia. dengan perut sakit menahan lapar dan maag. Aku lapar, tetapi tidak berani meninggalkan tempat itu agar kakak idaman teman-temanku itu tidak kabur seperti saat-saat sebelumnya. Kurang lebih sekitar pukul 5 sore, dia keluar dari laboratoruim dan aku dengan cepat berlari ke arahnya untuk mewawancarainya. Sungguh dia orang yang aku benci. Tetapi, setelah mewawancarai wakil 1 OSIS itu, aku merasa semakin penasaran dengan kepribadiannya, dengan latar belakangnya, bahkan aku sangat bersikeras untuk melihat senyumnya yang sangat sulit ia pancarkan.

Ada lagi hal lucu saat aku sedang bimbang memikirkan apa maksud dari perasaan penasaran yang menjadi-jadi di diriku ini. Namaku dipanggil oleh kakak-kakak OSISku, beserta beberapa orang lainnya. Ternyata kami dipercaya untuk menjadi panitia kegiatan Bulan Bahasa di Sekolaku. Mengapa lucu? Karena dari sinilah semuanya terungkap. Mungkin hanya kebetulan, atau mungkin ada sesuatu dari semua ini? Lelaki itulah yang sekarang menjadi koordinator OSIS dari acara yang aku pegang, yaitu pameran buku. Dengan begitu otomatis aku akan sering berkomunikasi dengan dia. “apa-apaan ini?” perasaanku tidak biasa, meletup-letup dan bahkan aku ingin tersenyum. Tetapi, mengapa dia yang menjadi koordinator dari acaraku?

Aku jalani saja, hingga semua tidak bersemi di Facebook saja, tetapi juga di SMS. Semua kita jalani dengan diam-diam tanpa sepengetahuan orang-orang di sekolah. Bahkan aku merasa dekat dengannya. Aku penasaran, sangat penasaran mengapa ia sangat jarang tersenyum di sekolah. Dan suatu hari ia menyuruhku mencarinya di perpustakaan sekolahku. Katanya ia ingin memberikan senyuman termanisnya untukku. “Ada apa ini Tuhan?”. Di sanalah semuanya berawal. Kedekatan kami bukan sebatas kakak dan adik lagi. Tetapi ia berpesan, “jangan pernah kamu menceritakan semua ini kepada siapapun. Semoga kamu tidak keberatan menjalani hubungan ini dengan kakak” katanya sambil tersenyum lepas. Sangat manis. Memang ini dilema, aku takut teman-temanku merasa kesal denganku. Karena awalnya aku memang membenci dia, tetapi aku merasa munafik, aku terpesona oleh sosoknya.

Lambat laun kedekatan kami sudah menjadi rahasia umum. Dari banyak yang tidak percaya, banyak yang menghujatku, dan akhirnya mereka sudah biasa. Walaupun setiap hari kami bertemu di sekolah, tetapi sangat jarang, bahkan hampir tidak pernah aku berbicara dan melihat matanya. Aku tidak berani. Bagaimanapun, ini sekolah. Dan sudah tradisi OSIS tidak boleh memberika senyuman kepada adik kelasnya. Setelah aku terbiasa, ada yang aneh dari dirinya, dia kerap memberikan senyumannya untukku. Tidak peduli di depan umum. Dia mengaku, semakin lama, rasanya semakin susah untuk tidak memberikan senyumnya kepadaku, bukannya semakin terbiasa.

Selama bersamanya aku merasa semakin semangat. Benar kata ibukku, ia mengijinkanku dekat dengan lelaki, karena memang wajar. Asalakan aku bisa menjadikannya motivatorku. Bukan semakin merusak. Aku banyak mengetahui hal-hal baru darinya. Bahkan aku sempat merasa minder karena dia begitu berprestasi. Ibukku pun mengetahui dia, karena dia kerap mengantarkanku dan menontonku di beberapa lomba yang aku ikuti.

Satu lagi, saat PSR (Pekan Seni Remaja) bukan hanya murid-murid SMAN 3 Denpasar yang mengetahui kedekatan kita, tetapi jugak para guru. Memang tidak semua guru. Awalnya karena aku mendampinginya saat dia mengikuti salah satu lomba di ajang PSR tersebut. Dan kedua karena saat aku yang mengikuti lomba, dia lah yang mendampingiku. Apalagi saat kita menanti pengumuman juara umum untuk Pekan Seni Remaja tersebut. Saat menerima kabar bahwa sekolah kita lah yang menjadi juara umum PSR 2011, dengan semangatnya dia memelukku. Tidak ada kecanggungan lagi untuk saling menyapa dan tersenyum, tetapi aku tetap bersikap seperti biasa ketika aku bertemu dengannya di sekolah. Dan saat ini aku tau apa kelebihan dan kekurangannya. Semoga Wawan selalu bisa menjadi motivatorku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bagaimana?